Perkebunan Teh Malabar [english|indonesia|netherlands] Sejarah perkebunan Malabar diawali sejak tahun 1890, ketika budaya Belanda mulai mewarnai kehidupan di dataran tinggi Pangalengan. Perkebunan the Malabar didirikan 1896, dimana KAR Bosscha sebagai orang pertama yang mengelola perkebunan tersebut. Di kemudian hari, dia dipercaya untuk menjadi pengelola utama untuk seluruh perkebunan the di wilayah Pangalengan.
Selama 32 tahun masa pelayanannya sebagai pengelola perkebunan teh, dia telah mentuntaskan suatu karya yang luar biasa.
Kedua pabrik the tersebut didirikan di tengah-tengah perkebunan the dengan maksud agar daun-daun the yang baru dikumpulkan dapat segera dibawa ke pabrik dalam keadaan masih segar. Untuk menjalankan mesin-mesin di pabrik dan penerangan di tempat pemukiman, pemerintah kolonial membuat pembangkit listrik tenaga air dibuat dengan membendung aliran sungai Cilaki, yang memiliki kekuatan 3000 tenaga kuda. Hingga saat ini pembangkit listrik tersebut masih bekerja, walaupun tidak seoptimal seperti jaman dahulu. Nama Malabar konon berasal dari bahasa Arab, dimana “Mal-“ berarti uang, sedangkan “Abar” berarti sumur atau sumber. Pada kenyataannya, memang perkebunan Malabar ini telah menjadi sumber penghasilan yang besar bagi PT Perkebunan XII dengan keunggulan hasil produksi yang didukung oleh biaya produksi yang relatif rendah. Sepertinya, Bosscha telah memilih tempat yang cocok baginya semasa hidup. Dia mencintai apa yang dia kerjakan di Malabar. Dia telah menjadi bagian tidak terpisahkan dari keberadaan perkebunan Malabar, bahkan hingga saat ini. Dia tidak peduli dengan statusnya sebagai bujangan hingga tua. Bosscha meninggal pada tanggal 26 November 1928 dan dikebumikan di antara rimbunan semak pohon teh di perkebunan Malabar, sesuai dengan permintaannya. Makamnya yang hening masih tetap di sana, beristirahat dengan tenang.
TMY June 2001
|